Senin, 27 Juni 2016

Pelajaran Strategi dan Kreativitas Aksi dari Buruh Perancis


 
(Bagaimana aksi bisa kreatif dan strategis? Pelajaran dari penolakan RUU Ketenagakerjaan di Perancis mungkin menjawab. RUU itu mirip dengan PP Pengupahan) 

Peristiwa-peristiwa di Perancis menunjukan tingkat kemarahan kelas yang tinggi, ledakan taktik pertarungan kreatif, dan krisis yang sangat dalam di sosial demokrasi. Kamis, 23 Juni adalah hari ke-11 aksi melawan Undang-undang Ketenagakerjaan yang kejam. Massa di seluruh negara membuktikan niat terus menerus tidak melawan pengesahan Rancangan Undang-undang itu. Unjuk rasa yang hidup terjadi di jalan-jalan kota kecil, termasuk sebuah kota yang tidak pernah terjadi unjuk rasa selama lima puluh tahun. Pemungutan suara di kantor dalam “referendum warga negara” tentang RUU itu terjadi di seluruh Perancis pekan ini, dan sejumlah depot minyak masih diblokade. Meskipun demikian, gerakan tersebut lebih lemah dan beberapa pekan ke depan sangatlah mendesak. 

Latar belakang krisis adalah keberhasilan relative kelas pekerja Perancis dalam tiga puluh tahun terakhir dalam memperlambat serangan-serangan neoliberal. Efeknya sangat nyata. Putri saya, ketika ia masuk kuliah di sini, akan membayar 200 poundsterling setahun; keponakan saya di Inggris, 9 ribu poundsterling. (UMP di Paris dalam satu jam adalah 8,29 pundsterling pada 2015. pent). Istri saya, pensiunan guru SD di Paris, dapat pensiun pada usia 60; saudara saya, perawat di Inggris, pada usia 67. Kemiskinan pensiunan jauh lebih tinggi di Inggris ketimbang Perancis, rumah susun terus dibangun, dan banyak contoh lainnya. 

Jadi bos-bos Perancis, terlepas semua uluran tangan yang mereka dapatkan dari pemerintah yang disebut Sosialis, tidak sabar untuk melangkah lebih jauh. RUU ini memungkingkan PKB mengangkangi UMP nasional – perhitungan lembur atau lama waktu kerja seminggu, contohnya. Para bos sangat girang, karena mereka dapat melihat hukum semacam ini dapat melumpuhkan kekuatan kesepakatan serikat di tingkat nasional selamat lima puluh tahun atau lebih. Inilah penyebab unjuk rasa dan mogok selama tiga bulan. 
Gerakan ini sangat politik, tidak tentang kepentingan ekonomi di depan mata; banyak dampak dari undang-undang baru itu tidak terasa dalam beberapa tahun ke depan, dan sejumlah kelompok dalam mogok nasional sehari, seperti guru, tidak terdampak oleh RUU ini, tapi memahami bahwa luka satu kelompok adalah sakit bagi semua. 

Perdana Menteri Valls ingin menjadi Tony Blair dalam peroplitikan Perancis dan menggeser Partai Sosialis Perancis se-anan Partai Buruh Baru. Untuk melakukan ini, ia siap kehilangan basis emilu saat ini (popularitasnya turun 16 persen), dan bahkan kalah dalam pemilu depan. Perdana Menteri Vallsa merasa kelas pekerja yang kalah akan membiarkannya kembali berkuasa pada pemilu berikutnya. RUU Ketenagakerjaan adalah pertarungan kunci bagi dia. 
Itulah kenapa, dalam beberapa pekan terakhir, ia membuat konsesi atau kelonggaran di wilayah-wilayah lain (kenaikan upah pertama bagi guru setelah bertahun-tahun baru saja diumumkan dan tuntutan panjang persatuan pelajar untuk pelatihan diakui, begitu juga kelonggaran bagi pekerja kereta api). Pada waktu yang sama, represi negara ditingkatkan. Unjuk rasa serikat pada 1 Mei diserang oleh polisi untuk pertama kalinya sejak akhir 1970an. Tingkat kekerasan polisi dianggap lebih tinggi ketimbang biasanya: sekarang menjadi kebiasaan memasukan P3K di unjuk rasa – staf medis untuk merawat yang dipukuli polisi. 

Pemerintah terkejut oleh kekuatan gerakan ini. Mogok nasional sehari di seluruh kegiatan ekonomi, disertai “mogok-mogok terbarukan” di sebagian besar kawasan militant, tempat pertemuan para pemogok memutuskan setiap beberapa hari akan melanjutkan atau tidak. Mogok terjadi di perusahaan-perusahaan transportasi, maskapai, pengumpulan sampah, kilang minyak, pembangkit listrik, dan PLN. Dinamika, taktik-taktik baru telah digunakan. 
Loket jalan tol diduduki, membiarkan mobil masuk dengan gratis, dan mengumpulkan uang untuk pemogok, terminal bus, jalur kereta, dan depot BBM diblokade. 
Dana mogok online terkumpul lebih 400 ribu euro (UMP per jam 2015 10,41 euro di Paris). Barikade pelajar di SMA dan universitas. Dan gerakan Up all night baru menduduki alun-alun kota di berbagai belahan negara selama beminggu-minggu dan, bersama dengan aksi pelajar, melahirkan generasi aktivis baru, terlibat dalam forum-forum masssa tapi juga dalam aksi solidaritas dengan pengungsi dan dengan para pemogok, baik yang bertindak melawan RUU Ketenagakerjaan dan yang mogok untuk isu lainnya, seperti pekerja harian di Perpustakaan Nasional di Paris. 

Ke arah mana gagasan-gagasan aktivis generasi baru ini merupakan salah satu pertanyaan paling penting tahun ini. Mereka tentu terpapar dengan banyak pilihan. Dalam Up All Nigh Anda dapat melihat banyak politik pembelaan terhadap gaya hidup: Jadilah vegetarian, tentukan mata uang lokal atau sistem barter untuk menggulingkan kapitalisme, kampanye menentang gagasan kerja, dsb. Yang lainnya mendesak bahwa melawan pasukan-pasukan negara (seperti memerangi polisi) harus menjadi pusat strategi politik. Tapi gaya hidup yang berubah membuat kapitalisme utuh, dan negara akan selalu lebih baik dalam pertarungan jalanan ketimbang gerakan (tanpa menyebutkan elitism yang melibatkan sekelompok kecil pertarungan jalanan yang disiapkan untuk anak muda)

Untungnya, akar sejati Up All Night, dalam perjuangan kelas tentang hak-hak bekerja, menbawa sekelompok besar gerakan untuk menempatkan kelas pekerja di pusat. Bekerja dengan aktivis serikat pekerja setempat untuk memblokade terminal bus pada hari pemogokan, mengunjungi garis piket, mengumpulkan uang untuk para pemogok telah menjadi kegiatan popular. (Garis piket adalah barisan massa aksi di depan kantor membentuk garis manusia yang meminta buruh tidak menyeberangi garis itu menuju kantor ketika mogok.pent)

Gerakan melawan RUU Ketenagakerjaan sudah melewati tiga fase. Pada Maret dan April, siswa SMA adalah pusat. Musim ujian kini menghentikan blokade sekolah, meski masih ada banyak pemuda dalam unjuk rasa. Pada April, pendudukan alun-alun Up All Night adalah bagian gerakan yang paling mencolok. Pada Medi, ketika Perdana Menteri menggunakan dekri khusus untuk membatalkan debat RUU di parlemen dan mendorong RUU itu melalui pembacaan pertama tanpa diskusi, mogok yang terbarukan, khususnya di transportasi dan pengumpulan sampah, meledak. 

Sektor-sektor yang melakukan mogok terbarukan tidak dapat bertahan sendiri selama lebih dari dua atau tiga pekan, dan para pemimpin serikat di tingkat nasional sungguh tidak ingin mogok nasional berlanjut lebih dari satu hari. Ini karena para pemimpin serikat adalah perunding profesional dan melihat pemogokan-pemogokan sebagai cara menguatkan tangan mereka dalam perundingan untuk sebuah tujuan, tapi juga karena para pemimpin serikat tidak ingin melihat pemerintahan Partai sosialis digulingkan dan digantikan dengan pemerintahan sayap kanan yang akan memangkas pengaruh para pemimpin serikat pekerja. 

Kita tampakanya berada di jalan buntu pekan ini. Hollande lemah: Ketika ada pertanyaan apakah rakyat ingin Holande kembali menjadi presiden tahun depan, hanya 14 persen populasi menjawab ya! Ia gagal memenangkan opini publik seperti ia harapkan: Bahkan setelah kampanye busuk melawan serikat pekerja dan unjuk rasa, jajak pendapat masih menyimpulkan 67 persen menentang RUU Ketenagakerjaan, dan 60 persen mengatakan gerakan ini “dibenarkan.” Padahal, ada kampanye propaganda menjjikan melawan serikat pekerja, yang menggunakan peristiwa jendela kaca rumah sakit anak-anak (yang terkena lemparan batu.pent) di rute barisan Selasa lalu untuk menggambarkan para pengunjuk rasa sebagai anarkis tak berperasaan. (Meski, tahun ini, pemerintah memangkas 20 ribu pekerjaan di rumah sakit kita!) 

Opini publik, bagaimanapun, membuahkan keberhasilan penuh sendiri. Sebagian besar mogok terbarukan kii berhenti, bahkan jika massa pengunjuk rasa sangat marah dan tidak ada atmosfir kekalahan sama sekali. RUU itu harus melalui pembacaan kedua dan hari lain aksi direncakan pada 28 Juni. Anggota parlemen Partai Sosialis terbelah, dan kita melihat beberapa dari mereka mengajukan mosi tidak percaya terhadap pemerintah jika pemerintah menerapkan dekrit 49.3 yang mengiiznkan RUU disahkan tanpa perdebatan. 

Taktik pemerintah sendiri tidak lagi dapat kompak. Pekan ini adalah saksi sirkus konyol ketika Perdana Menteri Vallsa meminta serikat pekerja meredam unjuk rasa karena jendela-jendela pecah dank arena polisi bekerja terlalu keras akibat kejuaraan sepak bola Piala Eropa (Euro 16). Ketika serikat menolak, unjuk rasa dilarang. Di hadapan kutukan yang luas terhadap keputusan ini (bahkan oleh CFDT, satu-satunya konfederasi yang mendukung RUU Ketenagakerjaan) pemerintah mundur, tapi hanya mengizinkan rute unjuk rasa yang sangat singkat.

Kelamahan di sisi kita adalah strategi kepemimpinan serikat. Meski mereka mendukung unjuk rasa sektor yang menyerukan mogok, mereka bahkan tak ingin membangun mogok nasional sehari, yang secara realistis dapat diorganisir dalam isu ini. Dan tidak ada kepemimpinan laternatif bagi kelas pekerja. 


Hal serupa terjadi di fron politik. Di seluruh anggota-anggota gerakan kelompok antikapitalis (Seperti Ensemble, kelompok tempat saya berabung, atau Partai Antikapitalis baru) sangat terlibat membangun aksi. Dan partai komunis an partai Kiri bergerak secara menyeluruh. Sayangnya, tidak ada organisasi memberikan kepemimpinan yang tampak dan jelas tentang bagaimana memenangkan pertarungan. Bagi organisasi-organisasi anti-kapitalis, ini terutama karena kedua organisasi itu sangat federal dengan kemerdekaan setiap cabang memutuskan aksi. 

Peristiwa-peristiwa terbaru membangkitkan banyak pertanyaan-pertanyaan politik bagi para antikapitalis. Pertanyaan tentang bagaimana anggota-anggota Partai Sosialis dan para pemberi suara contohnya. Banyak aktivis revolusionare telah, sedihnya, secara terbuka memuji tindakan sdan mendukung kampanye seperti janji-janji berjudul “Saya tidak akan pernah lagi mencoblos Partai Sosialis.” Pendekatan ini salah. 
Menyerang pemerintahan Partai Sosialis membuat tugas Hollande lebih mudah, dengan menyatukan Partai Sosialis, tempat ada perlawanan berarti terhadap RUU ini. Kampanye tidak pernah lagi mendukung Partai Sosisalis meletakan garis pembelah di tempat yang salah, antara mereka yang membenci Partai Sosialis seluruhnya, dan mereka yang mungkin mencoblos mereka (untuk membendung kandidat fasis mungkin, atau untuk memimpin wali kota sosialis yang setidaknya membangun perumahan dengan sewa murah). Kita perlu membelah masyarakat berdasarkan kepentingan kelas, tidak berdasarkan siapa yang masih punya sedikit ilusi terhadap sosial demokrasi atau dan yang tidak punya sama sekali. Kebingungan ini menghasilkan serangan sekelompok anarkis pada markas serikat CFDT (satu-satunya serikat yang mendukung RUU Ketenagakerjaan) dua hari lalu, Kiri radikal tidak mengutuk aksi-aksi ini. 

Akankan pemerintah dapat memaksakan RUU ini melewati pembacaan kedua di DPR, meski pemberontakan anggota parlemen di luar pimpinan partai dan aksi yang direncanakan serikat pekerja kelak? Dalam pembacaan pertama mereka menggunakan peraturan khusus untuk membatlkan perdebatan. 

Ketidakhormatan bahkan atas demokrasi formal borjuis ini mebuat marah jutaan rakyat dan faktor kunci dalam memperkuat gerakan. Berani melakukan lagi? Dan dapatkah Up All Night bangkit lagi dari keadaan sekarang yagn melemah tapi masih aktif? Akankan pemerintah berhasil menggunakan liburan musim panas ini untuk mengesahkan RUU ini? Kedua sisi punya kekuatan dan kelemahan, dan kita harus mengerahkan seluruh kemampuan kita agar kemenangan ada di pihak kita. 

John Mullen adalah anggota kelompok antikapitalis (Ensemble) dan aktif di wilayah Paris. 

Sumber terjemahan http://johnmullenagen.blogspot.co.id/…/class-struggle-in-fr…)
Terimakasih pada kawan Budi Wardoyo yang memberikan artikel ini. Mari sebarkan artikel ini guna kemajuan gerakan sosial Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar