This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 24 Juni 2015

Lagi, Warga Tolak Pemagaran di Urut Sewu

June 24, 2015

Ratusan warga Desa Wiromartan Kecamatan Mirit, kembali berkumpul di pesisir pantai selatan untuk ikut andil dalam penolak pelaksanaan pembangunan pagar, Selasa (23/6).

MIRIT – Ratusan warga Desa Wiromartan Kecamatan Mirit, kembali berkumpul di pesisir pantai selatan untuk ikut andil dalam penolak pelaksanaan pembangunan pagar.  Warga dengan kompak menghalang-halangi beberapa tukang batu, yang hendak membuat pagar, Selasa (23/6).

Bukan cuma itu, ratusan warga juga menutup kembali, galian tanah yang akan dijadikan pondasi pagar. Penolakan tersebut sudah dilakukan selama dua hari. Sebelumnya kejadian yang sama juga terjadi pada hari Senin (22/6) dilokasi yang sama.

“Kita akan terus melakukan penolakan pemagaran,” tutur Kepala Desa Wiromartan Widodo Sunu Nugroho SP.

Dijelaskannya, pekerja yang akan membuat pagar berjumlah sekitar 15 orang. Selain itu banyak anggota TNI berada dilokasi untuk berjaga-jaga. Sekitar pukul 08.00 WIB para personil TNI dan para pekerja datang dari arah barat.
Yaitu mulai dari perbatasan Desa Wiromartan dan Desa Lembupurwo.
“Untuk pagar yang akan dibangun di Desa Wiromartan panjangnya sekitar 400 meter, mulai  dari perbatasan Desa Lembupurwo hingga sampai ke Jalan Galangmontor,” katanya.

Sunu menambahkan,  pada waktu yang sama penolakan pemagaran juga sedang dilaksanakan oleh warga Desa Petangkuran Kecamatan Ambal. Masyarakat kedua desa tersebut, pasti akan terus melaksanakan penolakan pemagaran hingga sampai kapanpun.
“Ya… kita akan kompak dan akan terus menolak pambangunan pemagaran,” tandasnya.

 Sementara itu terpisah Dislitbang AD Mayor Inf Kusmayadi mengatakan, bahwa pamagaran ini merupakan program nasional, dan dari pemerintah pusat. Sehingga program pemagaran pasti akan terus dilanjutkan. Tujuan dari pemagaran tersebut adalah untuk mengamankan asset Negara dan juga untuk menjaga perbatasan.

Selain itu kawasan tersebut selama ini  memang digunakan untuk latihan para TNI. “Apapun kondisinya, program pemagaran ini, pasti akan kita  laksanakan,” tegasnya.

Dijelasknnya, beberapa desa yang sudah dipagar, sama sekali tidak ada masalah. Para warga tetap bisa menggunakan lading untuk bercocok tanam dan mereka juga tetap dapat panen seperti biasa. Sehingga alasan pemagaran akan mengganggu aktifitas para warga sangatlah tidak beralasan.

Faktanya dari beberapa desa sudah dipagar sama sekali tidak ada keluhan. “Mengenai masalah yang terjadi saat ini kita kan melaporkan kepada Komandan Kodim, adapun langkah selanjutnya belum bisa kita sampaikan, yang jelas program pemagaran pasti akan dilanjutkan,” terangnya. (mam/nun/ Radar Banyumas /LintasKebumen©2015)

https://lintaskebumen.wordpress.com/category/urut-sewu/

Senin, 22 Juni 2015

Pembantaian Petani Simalungun oleh PTPN III

 | On 22, Jun 2015

KRONOLOGIS KEJADIAN BENTROK ANTARA PETANI DENGAN PAMSWAKARSA BAYARAN DAN SECURITY PTPN III KEBUN BANDAR BETSY II, KECAMATAN BANDAR HULUAN, KABUPATEN SIMALUNGUN, SUMATERA UTARA, INDONESIA

Waktu kejadian: Kamis, 19 Juni 2015
Pukul: 09.00 WIB
Seratusan petani tengah bersiap-siap memasuki lahan seluas 151 hektar yang berada di lokasi Afdeling 36 Nagori Naga Jaya, Kecamatan Bandar Huluan, Kabupaten Simalungun. Lahan tersebut adalah lahan yang diyakini merupakan milik mereka (petani), namun terampas saat negara Orde Baru berkuasa. Saat hendak memasuki lahan, mereka tiba-tiba dikagetkan oleh penghadangan seratusan anggota PAMSWAKARSA bayaran dan sekuriti PTPN III di jalur jalan Simodong, Kecamatan Pematang Bandar dan Kampung Tempel Kecamatan Bandar.
Pukul: 10.00 WIB
Walaupun dilakukan penghadangan, petani berhasil memasuki lokasi lahan 151 hektar yang dituju dan mulai melakukan penanaman serta pembersihan lahan guna difungsikan sebagai areal pertanian palawija dan lainnya. Menghadapi situasi tersebut (kalah dalam jumlah massa), PAMSWAKARA bayaran dan sekuriti PTPN III mundur dari lapangan.
Pukul: 10.30 WIB
PAMSWAKARSA bayaran dan sekuriti PTPN III kembali muncul di lahan dalam jumlah yang semakin bertambah banyak. Kira-kira berjumlah tiga ratusan orang, dan mereka datang membentuk formasi satu barisan dengan menenteng kayu dengan ukuran panjang 80 cm dan berdiameter 5 cm. Selanjutnya, tanpa diduga, mereka melakukan pemukulan secara membabi buta terhadap petani, baik laki-laki dan perempuan, sehingga menimbulkan korban luka ringan dan berat.
Pukul: 11.00 WIB
Pasca penyerangan tersebut, petani tidak lagi berada di lokasi lahan, melainkan harus menemani rekan-rekan mereka yang dilarikan ke RSU Perdagangan untuk menjalani perobatan. Namun sebagian petani yang lain, juga dibawa ke kantor Mapolsek Perdagangan oleh polisi untuk dimintai keterangan. Hal yang paling terlihat ganjil dalam peristiwa ini adalah pihak PAMSWAKARSA bayaran dan sekuriti PTPN III tidak ada yang dimintai keterangan oleh pihak Kepolisian.
Dari peritiwa penyerangan brutal tersebut, 9 orang petani menjadi korban, yaitu :
  1. Sahat Siringo – Ringo (50), laki laki; Kepala bocor dan memar-memar di bagian badan.
  2. Ramli Sianipar (49, laki laki; Kepala bocor dan memar dibagian tangan.
  3. Saut H Siahaan (49), laki laki; Kepala bocor dan luka di bagian wajah.
  4. B Sagala (54), laki laki; Kepala bocor dan memar wajah serta tangan.
  5. Andi Sagala (22), laki laki; Kepala bocor dan memar di wajah serta badan.
  6. Ibu Sijabat (35), perempuan; Kepala luka dan memar di kaki.
  7. Siringo (50), perempuan; Kepala luka dan memar di tangan.
  8. Abdul malik (56), laki-laki; Kepala luka dan memar tangan
  9. Yakub Pardede(45), laki laki; Kepala luka dan memar.
DSCN3114

DSCN3123
Sumber: Laporan resmi Lingkar Rumah Rakyat (LRR) Simalungun.
http://selamatkanbumi.com/pembatantaian-petani-simalungun-oleh-ptpn-iii/

Sabtu, 20 Juni 2015

Sejarah Konflik Agraria Simalungun



Sejarah Singkat 
KEPEMILIKAN TANAH DAN PERJUANGAN RAKYAT BANDAR BETSY II
Kecamatan Bandar Huluan, Kabupaten Simalungun
                                            Provinsi Sumatera Utara


Sejarah Singkat Penguasaan Tanah

Pada jaman penjajahan Jepang, rakyat Bandar Betsy II diperintahkan oleh Nippon untuk membuka hutan di sekitar kampung. Pembukaan hutan tersebut ditujukan untuk mengubah areal hutan menjadi kawasan tanaman pangan dan palawija, yang selanjutnya akan menjadi kantung logistik untuk kebutuhan perang Jepang. Selain untuk menjadi areal kawasan tanaman pangan, pembukaan hutan juga ditujukan untuk memungut hasil hutan, seperti kayu, untuk digunakan sebagai bantalan rel kereta api.

Di akhir tahun 1943, hutan yang tadinya begitu lebat telah berubah menjadi perladangan yang luas, dan pada saat itu mulailah rakyat membuka lahan dan bercocok tanam. Rakyat juga mulai mendirikan pondok-pondok dan rumah. Di pihak lain, perkebunan HVA milik Belanda yang berada di sekitar kampung dan hutan, ditinggalkan oleh Belanda dan dibiarkan Jepang menjadi kosong.
Tahun demi tahun, rakyat di sekitar kampung dapat dikatakan tidak mengalami kekurangan pangan, seiring dengan terbukanya perladangan baru. Perladangan pun seiring waktu terus meluas dan akhirnya mendorong munculnya beberapa perkampungan baru. Tanaman yang ditanam oleh warga terdiri dari berbagai jenis, mulai tanaman pangan pokok hingga jenis tanaman keras, seperti kelapa, rambutan, nangka, dll.

Setelah 1945, Jepang menyerah dan Belanda kembali melakukan agresi serta menguasai perkebunan yang mereka tinggalkan, salah satunya adalah HVA. Namun tidak lama kemudian, setelah munculnya kebijakan nasionalisasi aset-aset kolonial, perkebunan tersebut dikuasai oleh negara dan berganti nama menjadi PPN.

Beberapa tahun setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, rakyat tetap mengerjakan tanah tersebut dan sekitar tahun 1956 mulailah secara berangsur-angsur rakyat mendapatkan KTPPT (Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah) sesuai dengan Undang -Undang Darurat No. 8 Tahun 1954.
Pada tanggal 2 Maret 1965, keluar surat Landreform Tentang Hak Atas Tanah dengan No. 4/II/10/R/BP dan menyusul yang kedua pada tanggal 31 Maret 1965 dengan No. 2/10/LR/BP.

Saat penguasaan tanah ini dilakukan oleh Belanda dan Jepang, tanah tersebut tidak pernah menjadi persoalan, namun saat perkebunan HVA berubah menjadi PNP Karet IV Perkebunan Bandar Betsy (BUMN) justru rakyat menjadi merasa tidak memiliki tanah dan tanaman tersebut.

Pada tahun 1968, pihak PPN Karet IV meminta surat tanah milik rakyat (KTPPT Undang-Undang Darurat No. 8 Tahun 1954 serta surat Landreform). Kemudian dengan menuduh petani sebagai anggota BTI (Barisan Tani Indonesia), pihak PPN Karet IV, dengan dibantu aparat pemerintah (Letda Sudjono-Kepala Pengaman PPN Karet IV Kebun Bandar Betsy) mengintimidasi rakyat dan mengambil alih tanah tersebut dari rakyat dengan kekerasan. Selanjutnya pemerintah Orde Barudengan kekuatan ABRI, kembali melakukan tekanan serta intimidasi sehingga rakyat akhirnya menyerahkan surat-surat tersebut.

Perjalanan Nasib Tanah Petani di Ranah Legal Formal

  1. Surat Menteri Negara BUMN tanggal 23 Agustus 2000, No. S.328/M.PM-PBUMN/2000, yaitu: Prinsip Tanah Disetujui Untuk Dikeluarkan dari HGU PTPN III Kebun Bandar Betsy untuk Penggarap Tanah seluas 943 Ha dengan jumlah 705 KK.
  2. Surat Gubernur Sumatera Utara tanggal 23 Juli 2003, No. 593/4965 tentang dukungan rekomendasi Dirut PTPN III mengajukan pelepasan kepada Menteri BUMN.
  3. Surat PTPN III ( Persero ), tanggal 1 Oktober 2002 No. III.11/X/1184/2002 yang ditanda tangani oleh Direksi PTPN III, Drs. Megananda Daryono, MBA, Menyatakan Akan Menyerahkan Tanah Tersebut Melalui Tim Tanah Kabupaten Simalungun Sebagai Jaminan Dan Upaya Bahwa Setelah Penyerahan Kepada Yang Berhak Maka Persoalan Tanah Kebun Bandar Betsy Dapat Terlaksana Tuntas Tanpa Adanya Tuntutan Yang Lain Pada Kasus Yang Sama Di Kemudian Hari.
  4. Keputusan PANSUS DPR RI No. 027/RKM/PANSUS TANAH/DPR RI/2004 tentang Rekomendasi PTPN III agar segera mengajukan pelepasan hak tanah ke Menteri BUMN dan Kepala BPN RI.
  5. Surat tahapan penyelesaian komisi I DPRD Kabupaten Simalungun Tahun 2011 tentang PTPN III agar segera mengajukan pelepasan 943 Ha dari HGU dan didistribusikan kepada petani.
 Beberapa Catatan Penting

Dari tahapan penyelesaian ini, kami dapat menyimpulkan bahwa persoalan ini terganjal oleh tidak adanya itikad baik dari pihak PTPN III Kebun Bandar Betsy II. Sebab dari proses perjuangan yang telah dilalui dan berdasarkan surat menyurat kepada beberapa instansi terkait, sudah jelas didapatkan sebuah keterangan bahwa lahan seluas 943 ha, yang merupakan milik 705 KK agar segera dikeluarkan dari HGU PTPN III Kebun Bandar Betsy dan dikembalikan kepada petani.

Namun walaupun demikian, Pihak PTPN III hingga saat ini tidak menyerahkan tanah tersebut dengan dalih, bahwa: ada sekelompok yang mengatas namakan petani telah menerima dana bentuk sagu hati (ganti rugi). Dalam hal ini kami mempersilahkan PTPN III untuk membuktikan hal tersebut, karena sepanjang perjuangan yang kami lakukan, tidak pernah sekalipun kami menerima ganti rugi yang telah dinyatakan oleh PTPN III.

Adapun beberapa catatan atas isu ganti rugi tersebut, kami menilai bahwa:

  1. Bahwa sepanjang pengetahuan kami, pihak PTPN di Indonesia tidak pernah mengenal yang namanya bentuk sagu hati (ganti rugi) terhadap tanah konflik, antara rakyat dengan Perkebunan BUMN, melainkan tanah harus dikembalikan kepada rakyat. Jika ini terjadi di PTPN III Kebun Bandar Betsy, maka sepantasnya perlu dilakukan audit terhadap kasus ini. Dan selanjutnya, menurut kami, bahwa hampir setiap konflik PTPN di Indonesia selalu saja tidak terlepas dengan keterlibatan Mafia Tanah (pihak ketiga), yang didalamnya, dalam kasus di SUMUT sering melibatkan kelompok-kelompok Organisasi Kepemudaan (OKP) yang berkolaborasi dengan PTPN.
  2. PTPN III Kebun Bandar Betsy, saat ini bekerja di atas lahan yang tidak memiliki HGU sejak tahun 2005 hingga sekarang. Dengan demikian terdapat sebuah kesimpulan bahwa PTPN III telah melakukan pembohongan publik dan korupsi sistemik dengan mengambil keuntungan dari lahan-lahan rakyat yang di klaim sebagai asset negara.
 Situasi Kasus Terkini di Meja Birokrasi

Pertemuan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang difasilitasi DPRD Provinsi Sumut melalui komisi A dengan surat No. 1193/18/Sekr, ditandatangani oleh ketua DRPR Sumut H. Ajib Shah, S.Sos dengan beberapa instansi terkait, diantaranya: Asisten Pemerintahan Sekdaprovsu (Hasiolan Silaen), Bupati Simalungun (diwakili Bidang Hukum Pemkab Simalungun), Dandim 0207 (Mayor Adi Sutrisno, SS MM), Kakanwil BPN Propsu (Damar Balih N), Kakan BPN Kabupaten Simalungun (tidak hadir), Kapolres Simalungun (tidak hadir), Camat Bandar huluan (hadir), Kepala Desa Bandar Betsy II (Syahban), Dirut PTPN III (diwakili Kabag Sek PTPN III Irwadi Lubis dan DM Simalungun PTPN III Chastro Simanjuntak) dan kelompok petani Kesatuan Organisasi Reformasi Keadilan Rakyat (Koreker) yang diwakili oleh: Drs BP Tamba, Rudi Samosir. ST (Cheker), Joel Sinaga, Barminto ST, Herman, Ibu Butar  Butar, Ibu Nainggolan, dkk, pada: Selasa, 26 Mei 2015 pukul 15.00 WIB, bertempat di Ruang Rapat Komisi A DPRD Sumatera Utara, menghasilkan kesepakatan untuk mengesksekusi dalam bentuk penguasaan lahan oleh rakyat sembari proses penyerahan secara surat menyurat dilaksanakan. Pertemuan ini dipimpin oleh ketua Komisi A Toni Toga Torop dan anggota.

Namun setelah persiapan surat kesepakatan dilakukan, pihak kuasa hukum PTPN III justru mengeluarkan pernyataan yang tidak pro-aktif dan membuat pertemuan dalam kondisi yang tidak kondusif, sehingga dalam kondisi itu, Komisi A memerintahkan sekuriti untuk mengeluarkan paksa orang tersebut. Selain itu pihak kuasa hukum PTPN III dalam pertemuan tersebut juga tidak dapat menunjukkan identitas sebagai pengacara serta surat kuasa yang diberikan oleh PTPN III. Selanjutnya, pasca kekisruhan itu, puluhan orang pihak PTPN III yang hadir dalam pertemuan RDP, berhamburan lari keluar dari pertemuan tersebut. Hal ini, sekali lagi, menurut kami telah menunjukkan bahwa pihak PTPN III memang tidak memiliki itikad baik terhadap penyelesaian kasus konflik yang sedang dihadapi.

Situasi Terkini di Lahan Perjuangan

Bahwa saat ini di lahan Afd 36, 37 dan 41, pihak PTPN III Kebun Bandar Betsy telah menggunakan ratusan jasa sekuriti, Pam Swakara dan puluhan Polisi Simalungun serta BRIMOB Pematangsiantar untuk menguasai lahan serta menanaminya. Situasi dan kondisi yang demikian terus mempersulit kami, sebagai petani, untuk mengusahai lahan dan mengelolanya sebagai lahan pertanian. Maka lewat surat ini, kami menuntut agar instansi terkait (Presiden, Kapolri, Panglima TNI, Menteri BUMN, Menteri Agraria dan Tata Ruang, BPN, dll), bertindak sebagaimana mestinya agar keadilan yang telah lama tidak kami dapatkan dapat segera kembali kepada kami.

Rekomendasi:

  1. Mengembalikan segera tanah kepada petani.
  2. Mencopot Dirut PTPN III.
  3. Mengusut kasus korupsi PTPN III atas klaim HGU yang selama ini digunakan.
  4. Menarik mundur aparat Kepolisian, Sekuriti, Milisi Sipil, dan TNI dari lahan.
Kelompok Perjuangan Petani Penggarap Bandar Betsy :

Adapun beberapa kelompok perjuangan petani yang tergabung dalam perjuangan ini adalah: Koreker, Sukadame, Eks Koreker. Namun pada prinsipnya, seluruhnya adalah satu-kesatuan dalam sebuah tujuan untuk pengembalian tanah 943 ha, dengan jumlah pemilik 705 KK.

Lembaga Pendampingan Perjuangan Petani Sumatera Utara
Lingkar Rumah Rakyat Indonesia, Simalungun
Rudi Samosir | 0852 6160 2621

Jumat, 19 Juni 2015

Petani Simalungun Bentrok dengan Preman Bayaran


Kamis, 19 Juni 2015 

Kronologi: 



Pukul: 09.00 WIB
Seratusan petani tengah bersiap-siap memasuki lahan seluas 151 hektar yang berada di lokasi Afdeling 36 Nagori Naga Jaya, Kecamatan Bandar Huluan, Kabupaten Simalungun. Lahan tersebut adalah lahan yang diyakini merupakan milik mereka (petani), namun terampas saat negara Orde Baru berkuasa. Saat hendak memasuki lahan, mereka tiba-tiba dikagetkan oleh penghadangan seratusan anggota PAMSWAKARSA bayaran dan sekuriti PTPN III di jalur jalan Simodong, Kecamatan Pematang Bandar dan Kampung Tempel Kecamatan Bandar.

Pukul: 10.00 WIB
Walaupun dilakukan penghadangan, petani berhasil memasuki lokasi lahan 151 hektar yang dituju dan mulai melakukan penanaman serta pembersihan lahan guna difungsikan sebagai areal pertanian palawija dan lainnya. Menghadapi situasi tersebut (kalah dalam jumlah massa), PAMSWAKARA bayaran dan sekuriti PTPN III mundur dari lapangan.

Pukul: 10.30 WIB
PAMSWAKARSA bayaran dan sekuriti PTPN III kembali muncul di lahan dalam jumlah yang semakin bertambah banyak. Kira-kira berjumlah tiga ratusan orang, dan mereka datang membentuk formasi satu barisan dengan menenteng kayu dengan ukuran panjang 80 cm dan berdiameter 5 cm. Selanjutnya, tanpa diduga, mereka melakukan pemukulan secara membabi buta terhadap petani, baik laki-laki dan perempuan, sehingga menimbulkan korban luka ringan dan berat.

Pukul: 11.00 WIB
Pasca penyerangan tersebut, petani tidak lagi berada di lokasi lahan, melainkan harus menemani rekan-rekan mereka yang dilarikan ke RSU Perdagangan untuk menjalani perobatan. Namun sebagian petani yang lain, juga dibawa ke kantor Mapolsek Perdagangan oleh polisi untuk dimintai keterangan. Hal yang paling terlihat ganjil dalam peristiwa ini adalah pihak PAMSWAKARSA bayaran dan sekuriti PTPN III tidak ada yang dimintai keterangan oleh pihak Kepolisian.

Dari peritiwa penyerangan brutal tersebut, 9 orang petani menjadi korban, yaitu :

  1. Sahat Siringo – Ringo (50), laki laki; Kepala bocor dan memar-memar di bagian badan.
  2. Ramli Sianipar (49, laki laki; Kepala bocor dan memar dibagian tangan.
  3. Saut H Siahaan (49), laki laki; Kepala bocor dan luka di bagian wajah.
  4. B Sagala (54), laki laki; Kepala bocor dan memar wajah serta tangan.
  5. Andi Sagala (22), laki laki; Kepala bocor dan memar di wajah serta badan.
  6. Ibu Sijabat (35), perempuan; Kepala luka dan memar di kaki.
  7. Siringo (50), perempuan; Kepala luka dan memar di tangan.
  8. Abdul malik (56), laki-laki; Kepala luka dan memar di tangan.
  9. Yakub Pardede(45), laki laki; Kepala luka dan memar.

Sumber: Laporan resmi Lingkar Rumah Rakyat (LRR) Simalungun